Menurunkan Pembajakan atau Menaikkan Penjualan? #unresolved

Penjualan

Artikel ini adalah follow up dari pertanyaan Aulia di acara Obsat, saat saya memberikan presentasi tentang Musik di Era Digital.

Waktu itu, Aulia merespon pernyataan Jonathan dibawah ini:

  • Industri rekaman telah meminta bapak Menkominfo Tif Sembiring untuk menutup akses website-website pembajakan musik.
  • Jika website pornografi bisa dihentikan aksesnya, kenapa website tempat download ilegal tidak bisa?
  • Bapak mentri sudah berjanji akan melakukan eksekusi bulan Juni 2012.
  • Industri gembira mendengarnya, dan menunggu tindak lanjut dari Bapak Mentri.

Pertanyaan Aulia adalah:
“Apakah dengan menutup website-website pembajakan, akan menyelesaikan masalah?”.

Saya yang menjawab Aulia. Karena dia melotot ke arah saya (*plak!*). Kurang lebih jawaban saya adalah:

  • Sebaiknya di definisikan dulu, download ilegal itu apa. Jika salah mendefinisikan, maka akan salah eksekusi pula.
  • Industri musik, dalam hal ini industri rekaman, sebenarnya berharap apa. Jika ingin berjaya seperti dulu lagi, rasanya tidak mungkin.
  • Apakah ini akan memecahkan masalah yang ada sekarang di industri musik? Jawaban saya adalah: tidak tahu. Ada yang tahu? Then please educate me.

Saya memang tidak tahu, karena saya tidak tahu sebenarnya masalah apa yang ingin dipecahkan oleh industri rekaman musik, bersama-sama dengan Menkominfo.

Menyinggung masalah situs pornografi, saya menyebut penutupan akses ini sebagai “The Great Picket Fence of Indonesia“. Jadi, bukan seperti “great wall” seperti yang diimplementasi oleh pemerintah Cina untuk menutup akses internet ke website yang tidak sesuai dengan agenda pemerintah (disebut “great wall” karena sangat sulit ditembus oleh orang kebanyakan). Tetapi, The Great Picket Fence adalah ibaratnya pagar terbuat dari bambu yang bolong-bolong. Jadi, saya juga tidak mengerti apa gunanya. Sementara itu, pasti kebijakan dan upaya tidak efektif ini tetap saja memakan biaya juga.

Kembali ke soal penutupan situs tempat download ilegal. Setahu saya, masalah yang dihadapi oleh industri rekaman selama kurang lebih sepuluh tahun terakhir adalah penurunan penjualan produk tradisional, seperti CD. Apakah ini disebabkan oleh maraknya situs download? Hipotesa ini belum teruji, karena sejauh ini hanya menjadi permainan kata-kata dari industri rekaman. Mengacu pada fakta tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa masalah ilegal download adalah masalah yang terpisah dengan masalah penurunan penjualan. Maka dari itu, akses ke situs download bisa saja memecahkan masalah ilegal download, tapi belum tentu menyelesaikan masalah penjualan.

Jika tidak memecahkan masalah yang sebenarnya, maka bisa dibilang pemerintah dalam hal ini Menkominfo, hanya menjadikan situs download sebagai kambing hitam. Ini akan menjadi pemborosan anggaran negara, yang tentunya, dibayar dari pajak yang kita bayarkan.

Mari belajar dari negara lain. Sebuah laporan baru yang dirilis sangat menarik. Yaitu aksi 3 strikes pemerintah Perancis ternyata tidak menaikkan penjualan musik kembali.

Dari TorrentFreak:

Laporan dari efektivitas hukum anti pembajakan ‘three-strikes’ di Perancis menyatakan bahwa kebijakan ini berhasil menurunkan tingkat pembajakan hingga setengah dari tahun sebelumnya. Yang tidak dicantumkan oleh laporan ini adalah bahwa penjualan album rekaman di tahun yang sama tetap turun, meski pembajakan turun.

Kesimpulan:

  • Bahwa pembajakan berhubungan langsung dengan turunnya penjualan rekaman musik merupakan hipotesa yang belum teruji.
  • Pembajakan adalah permasalahan yang berbeda dengan menaikkan penjualan.
  • Jika keduanya tidak berhubungan, maka masalah mana yang sebenarnya ingin dipecahkan?

Sumber gambar: Diego Sevilla Ruiz (CC BY-NC 2.0)

Author: Robin

Jack of all trades living in SF Bay Area, California. Asian.

0 thoughts on “Menurunkan Pembajakan atau Menaikkan Penjualan? #unresolved”

  1. Seru juga baca artikelnya, ada “plak!” segala.. ehehe..

    Btw, kenapa harus concern ke penjualan fisik?

    Kita tidak bisa membendung derasnya pengaruh digital, hampir ke segala aspek, contohnya koran/majalah yang kena dampak, tapi mereka justru melakukan transformasi, pada akhirnya mereka selamat. Musik harusnya demikian.

    Mengenai pembajakan, jelas ada korelasinya dengan penurunan penjualan, meskipun angka pembajakan ditutup, mereka selaku penikmat musik sudah terbiasa dengan “digital lifestyle”-nya, sebagian besar dari mereka tidak mau lagi kembali ke masa lalu dengan kata lain membeli kaset/CD, kasarnya tidak mau lagi membawa compo/tape hanya untuk sekedar menikmati hasil karya sang bintang.

    Prosentase jumlah CD, kaset, digital download, dll dari 1980-2010 secara global bisa dilihat disini http://su.pr/339pfz

    Sementara pabrik/toko CD pun sudah mulai ditutup.
    Toko Ritel Musik Terbesar Tutup, http://kasakusuk.com/toko-ritel-musik-terbesar-tutup
    Sony tutup pabrik CD, format digital download lebih dominan saat ini, http://obengware.com/m/index.php?id=7004

    Kembali ke awal, kenapa harus concern ke penjualan fisik? Lebih baik memikirkan bagaimana cara meningkatkan penjualan digital.

    Salam Musik Indonesia!

    1. Andre, thanks komentarnya.

      – Saya tidak melihat pembahasan tentang penjualan fisik di artikel ini.

      – Soal ‘korelasi’ pembajakan dengan penurunan penjualan, please be more specific or provide some proof. Bagaimana pengaruhnya? Please don’t say it’s obvious, sejak ada pembajakan penjualan rekaman musik turun, bla bla. Jadinya seperti mengatakan bencana disebabkan oleh turunnya ahlak manusia. Kemungkinan pihak-pihak yang mengatakan demikian hanya mencari kambing hitam untuk menjalankan agenda kepentingan sendiri. It’s unproven & untested hipothesis, saran saya, jangan pernah menggunakan kata ‘korelasi’ sebelum diuji.

      1. Hi Robin, thanks respond-nya.

        Mohon maaf sebelumnya jika saya salah, lalu pada artikel ini membahas Menaikkan Penjualan apa? Digital? Atau keduanya?

        Mengenai korelasi, hubungan timbal balik atau sebab akibat, salah satu faktornya sudah saya sebutkan, bahwa kebanyakan orang sudah terbiasa dengan digital lifestyle-nya karena banyak kemudahan disitu, sehingga mereka enggan untuk membeli CD/Kaset. Dan masih ada yang lain seperti harga dan kebebasan memilih lagu yang mereka suka saja, karena dalam satu album tidak semua lagu mereka mau/suka untuk di dengar sebagai penghibur.

        Jika yang saya katakan dibutuhkan data spesifik, sudah ada yang melakukannya, salah satunya pada artkiel ini http://www.guardian.co.uk/business/2007/jul/30/newmedia.musicnews
        Disitu dikatakan faktor harga termasuk yang menentukan, meskipun sudah berubah menjadi digital, mereka tetap menginginkan yang lebih murah dan mudah.

        Lalu kesimpulan mengenai pembajakan adalah permasalahan yang berbeda dengan menaikkan penjualan, saya rasa ini kesimpulan yang belum berakhir.

        Baiklah, saya tidak mau panjang lebar apalagi debat kusir mengenai hal diatas yang saya sebutkan – clear ya.. no offense 🙂 -, tapi saya justru lebih mengutamakan ke point “Bagaimana meningkatkan penjualan” khususnya secara digital.

        Sedikit cerita, beberapa waktu lalu pada sebuah acara saya bertemu dan diskusi ringan dengan pak Gatot S. Dewa Broto dan pak Tantowi Yahya, singkat cerita saya juga berdiskusi dengan General Manager ASIRI dan membaca surat terbuka dan survey dari salah satu situs yang akan ditutup. Saya berkesimpulan bahwa point “mudah dan murah” lah yang diinginkan kebanyakan orang, persis seperti yang dikatakan Katie Allen dari The Guardian.

        Oya, jika dibutuhkan hipotesa mengenai hal “pembajakan berhubungan langsung dengan turunnya penjualan rekaman musik”, jangan ragu untuk kontak saya, saya siap bantu 🙂 Ini merupakan hal yang menarik bagi saya, dengan senang hati saya melakukannya.

        Salam Musik Indonesia!

        1. Mbulet mas. Artikel ini tidak membahas menaikkan penjualan, tapi pembajakan yang disebut sebagai penyebab penurunan penjualan tidak terbukti.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *